Mail   |   Chat   |   Forum
Home | Hiburan | Musik | Pendidikan
Update   
 
 
info musik
lirik & lagu
album baru
pendatang baru
top 10
resensi
agenda musik
sosok
   
 
 
RESENSI ALBUM
 
  Maraknya band baru di blantika musik Indonesia belum tentu membuat kemajuan. Tapi Drive menawarkan sesuatu yang berbeda. 'Esok Lebih Baik' jadi perkenalan mereka.
 
 
  Dari judulnya saja 'Don't Make Me Sad' terlihat, di album keduanya ini Letto tak ingin bersedih. Sedikit lagu mellow, dengan fariasi suara baru di musiknya, Letto mencoba garang.
 
      
 
 


  TITIK PUSPA : Prempuan, Legenda & Empati
Jakarta-RRI-Online,
KALAU DIDERETKAN, sebenarnya tidak terlalu banyak musisi Indonesia yang layak disebut legenda. Mungkin karya-karyanya bagus, tapi untuk bisa disebut legenda, di Indonesia masih bis adihitung jari tangan. salah satu yang bisa disebut legenda [dan masih hidup sampai sekarang] adalah TITIK PUSPA. Meski sempat "terpeleset" mencipta lagu partisan 'Bapak Pembangunan' ketika era Soeharto, tapi untuk disebut sebagai legenda, TITIK PUSPA masih sangat pantas.

Perempuan yang sudah menembus usia 60 tahuan ini, juga tergolong musisi yang tahan banting. Di era apapun, TITIK PUSPA bisa menyodorkan lagu-lagunya yang tetap enak dinikmati dimasa kekinian. Perjalanan keseniannya pun tak berhenti sampai sekarang. Sementara musisi-musisi muda [lebih cocok disebut sebagai cucu musikalnya] bermunculan, nama perempuan ini tak segera menghilang juga.

TITIK kecil lahir di Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937. Meski lahir di Kalimantan, tapi dia adalah perempuan berdarah Jawa. Lima puluh tahun lebih nenek 14 orang cucu ini berkarya. Ketika lahir, perempuan yang konon kecilnya tergolong aktif ini diberi nama Soemarti. Dia lahir dari keluarga besar, lantaran 11 bersaudara lahir dari pasangan ayah Tugeno Puspowidjojo seorang mantri kesehatan, dan ibu Siti Mariam. Sempat berganti nama menjadi Kadarwati atau Soedarwati. dalam budaya jaaw, kalau satu nama dianggap terlalu "berat" maka orangtua bisa mengganti namanya.

Dari kecil bakat nyanyinya sudah cukup kental. Titik sering diam-diam ikut lomba nyanyi lantaran sering dmarahi ayahnya. sang ayah waktuitu menganggap, penyanyi adalah 'tukang nembang' yang tidak jelas masa depannya. Ketika itu [tahun 1954], TTIK PUSPA dan seorang saudaranya sering 'nyolong' mengikuti perlombaan menyanyi. Ia mendaftar diam-diam takut dimarahi ayahnya.

Soal nama TITIK PUSPA yang kemudian jadi trademark-nya, kisahnya cukup unik. Ketika nekat mendaftar ikut festival nyanyi, Soemarti ketakutan kalau ketahuan. Kongkalingkong dengan teman-temannya, kemudian dia sepakat mengganti nama. Titik diambil dari nama terakhir Soemarti. sementara Puspo adalah nama ayahnya. Supaya lebih kelihatan Indonesia, Puspo diganti Puspa. tak dinyanyi TITIK PUSPA remaja, menjadi juara pertama. Padahal lawannya waktu itu adalah penyanyipenyanyi yang sudah dewasa, sementara Titik sendiri masih SMP.

Tahun 1954 Titiek kembali mengikuti lomba dan tampil sebagai juara kedua Bintang Radio RRI Semarang, jenis hiburan tingkat Jawa Tengah. Ia bangga sebab walau hanya juara dua, namun dengan meraih nilai tinggi Titiek berkesempatan tampil beradu kemampuan di tingkat nasional. Pada malam pemberian hadiah, berlangsung di Stadion Ikada, Gambir, Jakarta, tahun 1954, saat tampil di panggung Titiek didaulat oleh Sjaiful Bachri, pimpinan Orkes Simphony Djakarta menyanyikan lagi Chandra Buana, karya pahlawan nasional Ismail Marzuki.

Sebuah kebanggaan tersendiri mengingat biasanya hanya juara I yang boleh tampil pada ‘Malam Gembira’ seperti itu. Peristiwa ini sangat berpengaruh membentuk kepercayaan diri Titiek Puspa. Keyakinan ‘Soemarti’ atau Titiek Puspa menjadi penyanyi, yang kemudian sejak tahun 1960 tercatat sebagai salah satu artis penyanyi pada Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri, semakin tebal. Terlebih sang ayah Tugeno Puspowidjojo, sesaat sebelum meninggal dunia dalam pelukan Titiek memanfaatkan waktu terakhir menyampaikan permintaan maaf atas sikap menentang Titiek terjun dalam dunia tarik suara.

Di tahun 1955 untuk pertamakali Titiek melakukan rekaman di Semarang, Jawa Tengah, di perusahaan rekaman negara Lokananta. Setahun kemudian Titiek kembali masuk dapur rekaman di perusahaan rekaman Irama, dengan satu lagu Melayu. Berselang beberapa tahun kemudian, tahun 1959, Titiek melakukan rekaman yang ketiga.

Rekaman kedua dan ketiga dilakukan di Jakarta bersamaan dengan kegiatan Titiek mengikuti festival Bintang Radio, sebuah obsesi kuat dan sudah berkali-kali dicoba namun sayang kemenangan selalu gagal diraih. Pada masa itu menjadi juara Bintang Radio adalah impian setiap artis pendatang baru sebab gaungnya sangat berpengaruh dalam dunia musik, sebagai batu loncatan untuk dikenal masyarakat luas.

Gagal membangun jalur keartisan lewat Bintang Radio, Titiek banting setir manggung dari satu panggung ke panggung lain, mengasah diri menjadi entertainer komplit. Ia mengisi panggung hiburan bersama beberapa grup musik seperti White Satin, Zaenal Combo, atau Gumarang. Dunia musik hiburan mengalami efek bola salju berkat kemahiran bernyanyi wanita Jawa kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, ini.

Selain penyanyi Titiek Puspa juga pencipta lagu ternama. Talenta ini muncul terdorong oleh dukungan Mus Mualim, pianis yang sejak tahun 1970 resmi menjadi suami kedua Titiek. Dalam hal komposisi musik Titiek mengaku hanya tahu do-re-mi, karenanya Mus Mualim dijadikannya ‘ayahnya’ dalam musik dan sebagai ‘kakek’ komponis Iskandar. Kepada keduanya Titiek sering berkonsultasi. Usai mengarang lagu Titiek biasanya meminta Mus Mualim menilai atau mengaransemen lagu-lagu yang baru saja ditulisnya.

Delapan lagu pertama sudah digubah Titiek namun Mus Mualim tetap tak berkomentar banyak, alias menolak halus. Hingga pada lagu ke-9, Mus Mualim mulai memberi komentar yang lebih baik, namun singkat saja, lumayan. Barulah pada tahun 1963 Titiek berhasil mengubah lagu Kisah Hidup sebagai karya cipta pertama. Lagu itu ditulis dengan not angka saja tanpa birama maupun tanda-tanda baca musik apapun.

Tahun 1964 muncul lagu kedua, Mama, dari seorang pencipta lagu otodidak. Lagu ini mulai melambungkan nama Titiek. Lagu lain kemudian bermunculan. Sejumlah nama penyanyi berhasil terangkat ke permukaan menjadi artis penyanyi terkenal setelah membawakan lagu karya Titiek. Seperti, Lilies Suryani yang membawakan lagu Gang Kelinci, Eddy Silitonga [Romo Ono Maling, Rindu Setengah Mati], Acil Bimbo [Adinda]], serta Euis Darliah [Apanya Dong]. ]Euis Darliah juga membawakan lagu Horas Kasih, yang pada The World Song Festival in America di Los Angeles, tahun 1984, berhasil memenangkan penghargaan Bronze Prize. Padahal Titiek dengan merendah menyebutkan, lagu itu gampangan saja, hura-hura, tak ada hebatnya.

Titiek adalah pencipta lagu yang bercerita tentang manusia lewat lagu. Cerita yang didasari oleh rasa empati dan simpati yang sangat dalam kepada setiap manusia yang terpojok. Beragam tema kehidupan yang lekat dengannya diterjemahkan menjadi lagu. Seperti kematian ayah dan ibunya, dan kisah perjalanan hidup lainnya. Sebagian kejadian penting lain berlalu begitu saja tak menyisakan lagu sebagai bekas. Seperti, ketika tahun 1970 ia bercerai dari suami pertamanya, untuk lalu mengasuh kedua putrinya Petty dan Ella. Atau, kisah ketika Titiek menikah dengan Mus Mualim tahun 1970, hingga Mus meninggal dunia 1 Januari 1990.

Dari kedua anaknya, Petty dan Ella, serta dari anak Mus Mualim, Titiek yang masih kelihatan segar dan cantik dikaruniai 14 orang cucu. Salah satu resep awet muda, kata Titiek, ia suka bicara ceplas-ceplos sebab basa-basi menurutnya justru membuat orang lekas tua. Bahkan, di usia senjanya Titiek menyebutkan masih merasakan ada feeling terhadap pria ganteng, dan itu berhasil dibungkusnya dengan rapih.

Titiek biasa bercerita dalam lagu tentang kehidupan cinta manusia [dalam lagu Cinta dan Jatuh Cinta], persahabatan [Bing], empati kepada kaum pinggiran seperti pekerja seks komersial [Kupu-kupu Malam], rasa kekaguman kepada sosok pribadi seorang tokoh (Soeharto Bapak Pembangunan), hingga ke sikap patriotik bela negara [Pantang Mundur dan Ayah]. Corak lagunya tersedia mulai dari yang lembut dan syahdu [Adinda], hingga yang menghentak-hentak [Marilah ke Mari dan Apanya Dong].

Lagu Bing (tercipta tahun 1973), berkisah tentang kedekatan hati dan persahabatannya dengan Bing Slamet. Artis komedi dan penyanyi serba bisa yang sudah menjadi pujaan hatinya sejak lama tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia. Berita kematian Bing sampai ke telinga Titiek seperti petir menggelegar di siang hari. Sayang Titiek tak bisa menghadiri pemakaman sahabat yang memikat hatinya sebab harus mengadakan pertunjukan ke Singkep, Riau.

Jadilah lagu Bing tercipta di dalam pesawat dalam waktu setengah jam namun sudah dengan mata basah penuh linangan air mata. Lagu itu didedikasikan Titiek kepada sahabat yang sudah diidolakannya saat memenangkan juara dua lomba menyanyi RRI Semarang, tahun 1954. Ceritanya, ketika berlangsung penyerahan hadiah, pembawa acara bertanya pada Titiek apa cita-citanya, dijawab sekenanya, ingin berkenalan dengan Bing Slamet. Bing adalah teman, sahabat, dan guru entertainer yang serba bisa bagi Titiek.

Banyak kejadian aneh pernah menimpa diri Titiek. Seperti, selama dua tahun kehilangan suara, konon itu karena ‘dikerjai’ orang. Suara Titiek baru berhasil disembuhkan setelah ditangani oleh Romo Lukman, dari Purworejo. Dari peristiwa ini terciptalah lagu Apanya Dong (1982), dipopulerkan Euis Darliah. Hasil lagu, kata Titiek, lumayan untuk membawa suami berobat ke Jepang. Namun setahun kemudian (1983), rumahnya di kawasan Menteng, Jalan Sukabumi, Jakarta Pusat terbakar menghanguskan semua dokumen miliknya.

Tak semulus yang dibayangkan. TITIK PUSPA juga melewati perjalanan terjal untuk mencpai posisi seperti sekarang. Lagu karya keduanya, Mama [1964], tercipta bersamaan meninggalnya ibu Titiek dan pers sedang memusuhinya pula gara-gara salah paham. Titiek ketika itu juga diliputi berbagai gosip, kasus perceraian, dan perjuangan hidup berat membesarkan kedua putrinya, Petty dan Ella.

Suatu ketika Petty, putri sulungnya mengalami panas dan demam tinggi. Dua hari sudah tidak makan, lalu meminta kepada Titiek agar dibelikan mie yang sedang lewat di depan rumah. Titiek yang sedang tak memiliki uang membujuk, berkata, di rumah hanya ada sop dan nasi, jika mau makan itu berarti Petty sudah menyelamatkan seisi rumah. Bujukan berhasil seisi rumah selamat dari kelaparan dan Petty sembuh. Setelah menikah dengan Mus Mualim, tahun 1970, Titiek mulai dapat merasakan ada ketenteraman yang memayungi kehidupannya, hingga Mus meninggal dunia 1 Januari 1990.

Pada setiap lagu Titiek bercerita tentang manusia. Itu, didasari oleh rasa empati dan simpati yang dalam terhadap berbagai sisi kehidupan manusia karena memang demikianlah naluri keseharian Titiek. Naluri yang lahir sebagai hasil akhir pergulatan berbagai gelombang kehidupan yang digumuli. Pembelaan Titiek selalu di pihak yang lemah, tanpa ada sedikitpun bobot kepentingan pribadi di dalamnya. Tak heran jika Titiek tampil membela Inul Daratista pada saat kebanyakan orang justru sedang menista Inul, karena goyang ngebornya. Titiek menegaskan, yang dibelanya adalah posisi keterpojokon Inul. Titiek pun pernah menyelamatkan seorang anak yang dituduh mencuri tempe yang sedang digoreng kakaknya.

Atau, ketika maling masuk ke rumah dan saudara-saudaranya sudah siap menangkap, naluri Titiek justru ingin menyelamatkan ‘si maling’. Dalam pengejaran Titiek memerintahkan ‘si maling’ belok ke kiri, namun kepada saudaranya dikatakannya maling sudah berbelok ke kanan. Demikian pula, seorang pekerja seks komersial datang ke Titiek saat sedang show di luar kota. Si ‘kupu-kupu malam’ menghampiri Titiek, di kamar, dan mencurahkan segala kepedihan hati. Titiek membela bahkan dibuatkan lagu dengan judul sama, ‘Kupu-kupu Malam’, dan menjadi hit di pasaran.

Titiek Puspa adalah artis penyanyi, pencipta lagu, bintang film, dan koreografer seni yang menjadi simbol awal bermulanya peri kehidupan kerlap-kerlip artis selebriti Indonesia. Titiek dahulu sering memposekan diri lewat saluran tunggal TVRI, menyuguhkan hiburan operet ‘Ketupat Lebaran’. Acara itu rutin setiap tiba hari raya Lebaran, demikian pula pada tahun baru muncul operet lain disuguhkan oleh Paguyuban Artis Penyanyi Ibukota (Papiko) pimpinan Titiek. Kedua hiburan bermutu itu pada masanya sangat ditunggu-tunggu pemirsa, layaknya oase hiburan di tengah kelangkaan tayangan siaran tv.

Di usia senja nan penuh energi dan vitalitas Titiek peraih penghargaan Pengabdian Panjang di Dunia Musik pada acara BASF Award ke-10 tahun 1994 lewat lagu Virus Cinta, masih dipercaya Ditjen Pajak Depkeu berkampanye tentang pentingnya kesadaran masyarakat membayar pajak. Ketika sudah muncul banyak penyanyi dan pencipta lagu muda berbakat, yang sudah teruji, Titiek masih memperoleh kepercayaan menciptakan lagu mars dan himne berbagai lembaga pemerintah.

Titiek sepertinya tidak pernah dan tak akan kehabisan gawean. Kabar tentangnya bisa saja tiba-tiba muncul, ia sudah menjadi juri berbagai ajang lomba dan festival, atau terjun ke Bundaran Hotel Indonesia berkampanye penanggulangan AIDS. Atau, seperti biasa saban hari usai menaruh kakinya di atas tempat tidur, tiba-tiba muncul keinginan menulis lagu. Lagu tentang apa saja sepanjang bercerita tentang cinta manusia dan kemanusiaan, koridor pokok tema lagu ciptaan Titiek. Koridor yang muncul karena Tuhan telah memberikan cinta kepada manusia walau, apa yang dilihat dan didengar oleh Titiek, justru keadaan yang semakin diliputi iri dan penuh kekerasan serta kesenangan manusia mencari kekurangan orang.

TITIK PUSPA juga diminta untuk membuat lagu bareng grup rock Jerman Scorpions. Lagu berjudul When You Came in To My Life itu ditulis bareng Klaus Meine dan Rudolph Schenker di Pasific Harmony di Bali, tahun 1995 silam. Perempuan yang mengawal karirnya di Semarang ini, sampai kini masih menduduki posisi terhormat di kancah musik Indonesia. Tak heran, beberapa musisi muda berkumpul dan menelorkan album From Us To U.

Album tersebut mengambil spirit penghargaan itu. Karya-karya Titik Puspa dikemas ulang dengan banyak sentuhan kekinian oleh penyanyi masa kini juga. Tak semuanya penyanyi baru, karena masih menyisakan nama Iwan Fals dan Chrisye sebagai wakil generasi setingkat dibawah Titik Puspa.

Kesulitan terbesar membuat album tribute seperti ini adalah, terlalu banyak versi yang sudah muncul duluan. Publik sudah “terkontaminasi” dengan seabrek versi dari seabrek genre yang ada. Kalau ternyata tidak “nendang” orang langsung akan berasumsi, album ini biasa saja.

Single pertama yang dipilih adalah Marilah Kemari [All Artis]. Hmm, track ini memang paling meriah dan mudah dikenal. Tidak ada yang istimewa sebenarnya. Hanya terdengar lebih fresh dengan balutan musikalitas yang lebih modern. Sayang, roh lagunya agak terdengar melayang-layang.

Seurieus dengan ikon Candilnya mendapat giliran di lagu Apanya Dong. Dulu, lagu ini begitu identik dengan Euis Dahlia yang menyanyikannya dengan gaya ‘binal.’ Candil memang punya kekuatan pada vocal melengkingnya. Tapi kekurangannya adalah, Candil tidak binal. Tapi tetap saja, Candil membuatnya menjadi lagu yang heboh.

Yang memuat “merinding” ada dua lagu, Selamat Tidur Sayang dan Cinta. Iwan Fals memang selalu punya aura menggetarkan. Selamat Tidur Sayang adalah lagu yang bukan kebiasaannya. Tapi lewat suaranya yang datar itulah, lagu ini justru menjadi powerfull. Iwan terdengar emosional di lagu ini.

Cinta entah mengapa, terdengar makin sendu ketika dinyanyikan Rossa. Pilihan cocok sekali dengan karakter suaranya. Mendengar lagu ini seperti mendengar suara perempuan yang benar-benar tersakiti oleh cinta. Dikemas oleh aranjer Erwin Gutawa, album ini memang punya beban berat. Untuk sisi penghargaannya, penulis angkat jempol.

TITIK PUSPA memang legenda... (THS - sumber situs tembang.com)
 
     
           
Powered by
      Mail   |   Chat   |   Forum
Divisi Multimedia
Radio Republik Indonesia